Konflik Natuna, Ini Kekuatan Militer Indonesia Vs China

Selasa, 14 Januari 2020 - 10:36 WIB
Konflik Natuna, Ini Kekuatan Militer Indonesia Vs China
Presiden jokowi saat memantau perairan Natuna dari atas KRI Usman Harun di Puslabuh TNI AL di Selat Lampa, Natuna. Foto/Istana Kepresidenan/Agus Suparto
A A A
JAKARTA - CHINA bergeming. United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) 1982 diabaikan. Tak soal bagaimana Indonesia akan bersikap, China tetap merasa apa yang dilakukan kapal-kapal nelayannya sebagai tindakan sah. “China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan,” ujar Juru bicara Kemenlu China, Geng Shuang.

“Tantangan” China tersebut ditunjang keberadaan kapal-kapal penjaga laut yang tak ada takutnya menghadapi kapal perang milik Indonesia. Padahal, secara head to head, “bagasi” amunisi kapal penjaga laut dan kapal perang TNI tentu tak sama. Kapal perang punya peralatan tempur yang lengkap. Namun, tak bisa sembarangan menyerang.

Ya, China sangat bernyali di Laut China Selatan. Bukan hanya dengan Indonesia, provokasi lewat kapal nelayan dan kapal penjaga laut dilakukan terhadap negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara. Kapal-kapal penjaga laut Tiongkok beberapa kali terlibat gesekan dengan kapal penjaga dan militer negara ASEAN.

Agresifnya China di Laut China Selatan memang tak bisa dilepaskan dari kekuatan militernya. Kasus di Laut Natuna Utara, yang dikedepankan kapal nelayan dan penjaga laut. Namun, di belakangnya, mengekor kapal perang jenis fregat ikut mengawal. Maka, akan rumit bagi Indonesia apabila harus berkonfrontasi secara terbuka dengan China.

Kekuatan militer Indonesia saat ini kalah jauh dari negara pimpinan Xi Jinping itu. Situs globalfirepower.com menempatkan China pada urutan ketiga di bawah Amerika Serikat dan Rusia. Sementara Indonesia berada 13 strip di bawahnya. Dari sisi personel, jumlah tentara China tiga kali lebih banyak dari Indonesia, yakni 2.693.000 berbanding 800.000 orang.

Menilik palagan yang berupa lautan, maka modal utamanya adalah kapal perang dan selam, serta pesawat tempur dan rudal jarak jauh. Indonesia mempunyai 8 fregat, 24 korvet, 5 kapal selam, dan 139 kapal patroli. Dari sisi udara, ada 41 jet tempur yang didominasi F-16, 65 pengebom, 192 helikopter angkut, dan 8 helikopter tempur jenis Apache. Armada itu bisa dikombinasi dengan dukungan 141 artileri otomatis dan 365 manual.

Jumlah itu belum sebanding dengan armada tempur dan rudal yang dimiliki China. Negara ini memang tengah maju pesat dari sisi ekonomi dan pengembangan teknologi. Bahkan, China sudah mempunyai dua kapal induk: Liaoning dan Shandong. Liaoning merupakan kapal rancangan Uni Soviet dan sempat “bersemayam” di Ukraina. China kemudian membeli kapal itu dan membangunnya.

Khusus Shandong, dibuat sendiri di daratan China. Shandong bisa mengangkut 36 pesawat tempur alias lebih 12 unit dari Liaoning. “Shandong merupakan kebutuhan bagi tentara China untuk mempertahankan kepentingannya,” ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok, Geng Yansheng. China juga sudah memiliki jet tempur siluman Chengdu J-20. Jet ini memiliki kemampuan hampir setara dengan F-22 Raptor dan F-35 milik Amerika Serikat, serta Shukoi SU-57 besutan Rusia.

Pengembangan-pengembangan teknologi di bidang militer ini tidak lepas dari dana besar yang digelontorkan pemerintahan Xi Jinping. Anggaran militer China dua tahun lalu saja sudah mencapai Rp3.400 triliun. Perdana Menteri China, Li Keqiang, mengatakan negara mempercepat inovasi di bidang teknologi pertahanan.

Secara keseluruhan, China mempunyai sekitar 1.500 pesawat tempur dan 281 helikopter tempur. Di laut, mereka disokong 52 fregat, 33 kapal perusak, 42 korvet, dan 76 kapal selam. Sebagai negara yang mulai kerap bersinggungan dengan negara-negara tetangga, China mempunyai sistem pertahanan rudal sebanyak 10.000 unit.

Armada dan “peluru” yang seabrek itulah yang membuat China semakin pede bermanuver di Laut China Selatan. Memang sampai saat ini, belum terlihat keinginan China melakukan perang terbuka.

Untuk itu, Indonesia harus meningkatkan patroli di wilayah teritorial dan ZEE agar kapal-kapal asing tidak sembarangan menerobos. Sayangnya, armada kapal penjaga laut Indonesia terbatas seperti diakui oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. “Kita (akan) perbaiki penjagaan,” ujarnya.
(zys)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6586 seconds (0.1#10.140)