Otak Perlu Dilatih Agar Mampu Merespons Ancaman Kekerasan Seksual

Senin, 13 Januari 2020 - 07:08 WIB
Otak Perlu Dilatih Agar Mampu Merespons Ancaman Kekerasan Seksual
Agar terhindar dari tindak kekerasan seksual, kita harus berani mengatakan tidak pada hal yang tak seharusnya terjadi. Foto/Insights.dice.com
A A A
JAKARTA - Beberapa hari terakhir ini berita tentang Reynhard Sinaga yang terbukti bersalah dalam 159 kasus pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria di Inggris menjadi headline media massa.

Mendapati berita tersebut, banyak orangtua makin tersadar akan bahaya yang mungkin mengintai anak-anak mereka, khususnya yang terkait dengan kejahatan seksual.

Menurut dr. Gina Anindyajati, SpKJ dari Divisi Psikiatri Komunikasi, Rehabilitasi & Trauma Psikososial Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, setiap orang berisiko mengalami kekerasan seksual. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun berisiko mengalami hal yang sama.

"Semua orang bisa jadi korban. Mau anak-anak, orang dewasa, lansia bisa jadi korban kekerasan seks. Korban kekerasan seksual tidak pilih-pilih. Anak-anak perempuan 18% menjadi korban, laki-laki 8%, orang dewasa perempuan 35%, orang dewasa laki-laki 1,5-7,7%, lansia perempuan 17%, dan lansia laki-laki 0,6-1,2%," jelas Gina dalam talkshow Waspadai Kekerasan Seksual di Sekitar Kita di Gedung IMERI, FKUI, Jakarta, belum lama ini.

Mengingat betapa bahaya kekerasan seksual, Gina memberikan sejumlah saran agar kita terhindar dari tindakan yang tak menyenangkan tersebut. Di antaranya adalah berani mengatakan "tidak" pada hal yang tak seharusnya terjadi. Di sisi lain, setiap orang juga perlu bersikap hati-hati dan belajar merasa aman.

"Untuk bisa memiliki kemampuan melawan, harus diketahui dulu seseorang itu punya bakat biologis melawan atau tidak. Otak orang setelannya nurut dan rebel atau di tengah-tengah. Ada orang yang nurut saja bisa jadi korban dan juga tidak. Ada kemampuan untuk mengutarakan kemauan kita, membangun hubungan yang nyaman," katanya.

"Orang yang tidak aman bisa menjadi korban. Kalau nurut saja, ada rasa takut ditinggal itu out of the body reflect," lanjut Gina.

Lebih jauh Gina mengungkapkan bahwa respons alami otak seseorang menghadapi ancaman umumnya akan memberi tiga perintah. Yaitu flight, freeze, dan fight. Hal itu semua dapat dilatih dan menjadi modal seseorang agar terhindar dari berbagai macam jenis kekerasan seksual.

"Ada yang nggak bisa mikir atau freeze, otaknya terkunci. Ada yang mendapatkan perilaku kekerasan seksual dia flight, loncat. Nggak semua orang bisa flight dan fight. Kenali kita orang seperti apa dan kenali bahaya biar kita mampu merespons. Ini bisa dilatih, insting itu ada. Saya diajari guru saya, kita bukan bereaksi tapi merespons terhadap bahaya," tandasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2095 seconds (0.1#10.140)