Putusan MK Tentang Eks Napi Koruptor Diharapkan Masuk dalam PKPU Pilkada

Jum'at, 13 Desember 2019 - 11:25 WIB
Putusan MK Tentang Eks Napi Koruptor Diharapkan Masuk dalam PKPU Pilkada
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti berharap putusan Mahkamah Kontitusi (MK) segera dimasukkan dalam PKPU tentang pilkada. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, mantan napi koruptor bisa dicalonkan dalam pilkada setelah 5 tahun pasca-penahanannya laksana setetes air di tengah kegersangan dan kendurnya semangat antikorupsi di kalangan elit partai, baik di eksekutif maupun di legislatif.

"Dua indikasi terakhir menyatakan hal itu, tak jua keluarnya Perppu pemulihan KPK dan grasi presiden terhadap napi koruptor," tutur Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti kepada SINDOnews, Jumat (13/12/2019).

Ray mengatakan, kemerosotan semangat dan kemauan Presiden, khususnya, dalam pemberantasan korupsi ini, berimplikasi langsung pada penghormatan atas gerakan antikorupsi.

Menurutnya, ini sesuatu yang tak terhindarkan di tengah sistem negara yang menjadikan Presiden sebagai figur utama kenegaraan. "Itulah yang kita rasakan setidaknya dalam 3 bulan terakhir. Dan putusan MK ini seperti memberi semangat baru bahwa napas dan harapan pada gerakan antikorupsi masih dapat berlanjut, sekalipun elit partai dan khususnya presiden seperti tidak terlalu peduli pada upaya menguatkan gerakan ini," ungkapnya.

Ray menilai, putusan MK itu sinyal satu putusan yang secara subtantif bukan saja tepat, tapi juga sekaligus memompa lagi semangat aktivis antikorupsi. Sekalipun tak sepenuhnya materi judicial review dikabulkan, putusan ini tetap saja sangat berharga.

Menurut dia, dengan sendirinya putusan ini memiliki implikasi yang berarti bagi upaya mencegah kekuasaan yang dihinggapi perilaku korupsi. "Sebab, pelarangan napi koruptor terlibat lagi dalam pencalonan kepemimpinan baik eksekutif maupun legislatif adalah sanksi atas kejahatan menggunakan kekuasaan publik untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain," ucap mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini.

Oleh karena itu, kata Ray, kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan kejahatan lain seperti pencurian misalnya. Karena itu, membatasi mereka masuk ke dalam jabatan publik bukanlah kebijakan diskriminatif atau melanggar HAM. "Maka putusan MK ini merupakan cara lain melindungi publik dari kemungkinan kejahatan yang sama. Harapan kita, tentu saja, tidak ada lagi upaya berkelit dari khususnya partai politik untuk menghambat putusan ini diberlakukan," ujarnya.

Ray berharap, setelah ini putusan MK menjadi salah satu aturan yang dimasukan dalam sarat pencalonan calon kepala daerah. Aturannya langsung bisa ditetapkan di dalam PKPU (Peraturan KPU) untuk Pilkada 2020 dan selanjutnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.5677 seconds (0.1#10.140)