DPR Pantau Transisi Perubahan Format Ujian Nasional

Rabu, 11 Desember 2019 - 16:05 WIB
DPR Pantau Transisi Perubahan Format Ujian Nasional
Suasana simulasi Ujian Nasional di MAN 2 Parepare. Foto: Darwiaty Dalle/SINDOnews/Dokumentasi
A A A
JAKARTA - DPR menyambut positif perubahan format Ujian Nasional (UN) yang diumumkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi (Mendikbud Dikti) Nadiem Makariem yakni, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang akan diterapkan pada 2021.

Karena itu, Komisi X DPR sebagai mitra kerja Mendikbud Dikti akan memantau masa transisi perpindahan sistem UN yang sekarang menuju UN format baru selama 1 tahun ke depan.

“Ya, menurut saya sih ini memang sudah disepakati bersama dengan kita bahwa UN itu dianggap saat ini sebagai salah satu bentuk yang membuat stress bagi siswa maupun juga bagi guru dan bagi sekolah. Kenapa? Karena ada penyeragaman, penyamarataan untuk seluruh wilayah. Karena kita tahu demografi Indonesia ada dari daerah tertinggal, daerah terluar, ada daerah berkembang, ada juga daerah yang sudah berkembang. Nah ini tentu tidak bisa disamakan,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Effendi di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Kemudian, Dede melanjutkan, apa yang terjadi saat ini banyak sekolah-sekolah di kabupaten yang memaksa supaya angka kelulusan UN di daerahnya maksimal agar mendapat predikat yang baik. Padahal yang terjadi di lapangan, anak-anak itu hanya mempelajari soal-soal jawabannya saja sehingga, muncul industri pembimbingan belajar, bahkan sampai ada joki UN.

“Nah, ketika kemarin ada PISA (angka literasi, sains dan matematika) tes, ternyata hasil kita jauh dari yang diharapkan. Artinya apa, artinya nggak efektif dong hasil UN itu,” ujar Dede.

Menurut Ketua DPP Partai Demokrat ini, Menteri Nadiem sudah berkoordinasi dengan Komisi X DPR soal penggantian sistem UN. Awalnya, UN akan dicabut pada 2020 namun, karena 2020 banyak orang sudah terlanjut berinvetasi dengan mengikuti bimbingan belajar (bimbel) dan sebagainya akhirnya, diberikan waktu sampai 2021.

“Kita meyakini bahwa dari sisi positifnya saja bahwa memang dibutuhkan pengganti yang lebih tepat guna dan UN sebagai sebuah potret atau survei itu tidak perlu menjadi endingnya, jadi bukan sebuah angka kelulusan terusan untuk diterima di pendidikan berikutnya. Makannya sekarang ditaruh di tengah, artinya dia bisa ketika “ohh ternyata siswa kami belum maksimal”, dia bisa diberi satu tahun lagi untuk memperbaiki,” terangnya.

Karena itu, Dede menambahkan, DPR berharap bahwa dalam waktu 1 tahun ke depan ini akan bisa lebih dioptimalkan kembali, metode apa yang akan digunakan berikut sosialisasinya.

Dia mengakui bahwa transisi ini tidak mudah dan Menteri Nadiem ini mengakui bahwa pada masa transisi akan ada pro dan kontra. Untuk itu, persiapan harus dimulai sejak sekarang.

Serta memberikan pengertian ke masyarakat bahwa UN selama ini tidak membantu meningkatkan PISA Indonesia yang mana, masih menunjukkan angka literasi, sains dan matematika yang masih rendah. Sehingga, harus ada metode lain yang membuat para siswa lulus dengan kapabilitas dan kompetensi yang dibutuhkan nantinya dalam dunia kerja.

“Jadi transisi ini pastinya akan kita pantau dalam satu tahun ke depan proses menuju berhentinya UN sampai digantinya UN itu seperti apa,” tutupnya. *kiswondariBTS Bakal Comeback Februari 2020?
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2050 seconds (0.1#10.140)