Pemenuhan Syarat Terapkan New Normal di Daerah Dipertanyakan Akademisi

Rabu, 10 Juni 2020 - 12:15 WIB
loading...
Pemenuhan Syarat Terapkan New Normal di Daerah Dipertanyakan Akademisi
Akademisi dan juga sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU Asima Yanty Siahaan, M.A, P.hD mengatakan, sepakat bahwa New Normal bukan sekedar drama pemerintah untuk menutupi kegagalan penanganan Covid-19. Foto/SINDOnews. Sartana
A A A
MEDAN - Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU Dr. Tunggul Sihombing M.A menilai terkait kebijakan publik terutama ketransparanan local public policy disektor kesehatan dan ekonomi selama penanganan Covid-19 perlu ditakar dengan penentuan risiko terhadap target grup.

"Sebenarnya ini bukan persoalan siap tidak siap, namun salah satu indikator formulasi kebijakan harus didasarkan pada sebuah teori," kata Tunggul Sihombing, Rabu (10/6/2020). ( )

Dia mengatakan, untuk Sumatera Utara memang belum dapat dan siap dalam melaksanakan kebijakan New Normal , hal ini dilihat dari sumber daya, tujuan dan sasaran dari implementor (Pemprov Sumut dan Stakeholder) yang belum mumpuni atau belum profesional dalam menjalankan kebijakan seperti yang dilalui.

"Urgensi dari kebijakan manajemen resiko perlu penetapan konteks, identifikasi risiko, hingga penanganannya, sehingga tujuan dari implementor dalam menciptakan kebijakan New Normal bisa di pahami konsekuensinya," tutur Tunggul. (Baca juga : Pakar Kebijakan Sebut Sumut Belum Siap Menyambut New Normal )

Disisi lain Akademisi dan juga sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU Asima Yanty Siahaan, M.A, P.hD mengatakan, sepakat bahwa New Normal bukan sekedar drama pemerintah untuk menutupi kegagalan penanganan Covid-19. "Jika Pemerintah serius apakah sudah ada fasilitas seperti Big Data atau based on data yang merupakan variable dasar formulasi kebijakan," ungkapnya.

Asima juga menyatakan bahwa Sumatera Utara yang didominasi Zona Merah pemerintah malah sering mengabaikan aspek grand design, kebijakan proses dan exit strategi. Begitu juga dengan pelanggaran protokol kesehatan, kesenjangan dan HAM. Sebab itu merupakan satu aspek yang diukur bagi daerah untuk dapat menerapkan aktivitas sosial ekonomi pada era kenormalan baru di masa krisis saat ini.

"Apakah Sumatera Utara hanya ikut-ikutan keputusan Pemerintah Pusat. Dan apakah kita hanya mau membuat New Normal atau New Batter Normal Tranformasi. Lalu bagaimana dengan Medan, apakah berani memasuki era new normal,"? tanya Asima.

Maka itu kata dia, pihaknya akan menguji sejauhmana pemda memahami isu-isu etis dan basis-basis hak ketika menerapkan new normal. Sebab secara realita dia menilai, walikota Medan dan Pemprov Sumatera Utara melanggar sendiri protokol yang di tetapkan, sehingga lambat laun kebijakan Sosial Distancing sendiri akan berubah menjadi sosial destruction kalau tidak disasarkan adanya solidaritas sosial.

Menurut Asima Yanthy salah satu indikator yang menunjukkan lemahnya surveilans kebijakan adalah pengelolaan data yang lemah, ketidaktransparanan dan lambatnya pemutakhiran data, sehingga terjadi kekeliruan kebijakan.
(nfl)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2062 seconds (0.1#10.140)