Pemilu: Kubu Pro-Demokrasi Hong Kong Menang Telak, Pro Beijing Tersungkur

Senin, 25 November 2019 - 13:39 WIB
Pemilu: Kubu Pro-Demokrasi Hong Kong Menang Telak, Pro Beijing Tersungkur
Para warga Hong Kong, China, antre untuk memberikan suara dalam pemilu parlemen, Minggu (24/11/2019). Foto/REUTERS/Athit Perawongmetha
A A A
HONG KONG - Kelompok pro-demokrasi sementara waktu menang telak dalam pemilu parlemen Hong Kong, China. Sebaliknya, kubu pro-Beijing menelan kekalahan bersejarah.

Pemilu digelar hari Minggu ketika protes besar sedang berlangsung. Jutaan orang telah menggunakan hak pilih mereka.

Penghitungan suara masih berlangsung, di mana para kandidat anggota parlemen dari kelompok pro-demokrasi mendapatkan lebih dari setengah dari 452 kursi parlemen untuk pertama kalinya. Tidak ada kekerasan yang dilaporkan selama pemilu.

Total pemilih lebih dari 2,94 juta orang, melampaui rekor dari pemilu tahun 2016 sekitar 1,47 juta pemilih.

Pada pukul 10.00, Senin (25/11/2019), para kandidat anggota parlemen kubu pro-demokrasi telah meraih 388 kursi. Sedangkan kubu pro-Beijing meraih sekitar 58 kursi. Total 1.104 kandidat anggota parlemen bertarung untuk berebut 452 kursi.

Sebelum fajar pada hari Minggu, antrean panjang mulai meliuk-liuk di sekitar kota ketika campuran pemilih muda dan tua menunggu proses pemungutan suara.

Di lingkungan kelas pekerja Yau Ma Tei, terjadi bentrok reguler antara polisi dan demonstran. Namun, bentrok tak terjadi dalam antrean pemilih, meski para pemilih banyak yang mengenakan topeng hitam dan meneriakkan slogan-slogan dari gerakan protes pro-demokrasi.

"Saya ingin mengatakan 'tidak' kepada pemerintah, atas apa yang telah mereka lakukan beberapa bulan terakhir ini," kata Patrick Yeung, seorang pekerja IT berusia 33 tahun yang datang lebih awal untuk memilih untuk mengantisipasi antrean panjang.

"Itu membuat saya sangat marah ... (Pemimpin Eksekutif) Carrie Lam tidak mendengarkan (rakyat) Hong Kong. Kami sudah sering keluar dan mereka tidak mendengarkan serta membuat situasi ini lebih buruk," ujarnya, sepertri dikutip Al Jazeera.

Selama hampir setengah tahun, kemarahan dan frustrasi telah mencengkeram Hong Kong karena pemerintah kota semi-otonom itu menolak untuk menerima tuntutan pemrotes—kecuali untuk pencabutan RUU ekstradisi yang jadi pemicu awal demo rusuh.

Kekerasan hati pemerintah telah menyemangati publik, dan para pemilih untuk memanfaatkan kesempatan untuk menegaskan kembali tuntutan mereka yang meliputi hak pilih universal untuk memilih para pemimpin Hong Kong, penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi dan amnesti bagi semua yang ditangkap sehubungan dengan protes.

"Pemilu ini benar-benar referendum de facto untuk protes," kata Samson Yuen, asisten profesor di Universitas Lingnan. "Jelas, ini lebih tentang sikap politik atas protes," kata Yuen.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.2692 seconds (0.1#10.140)