Spanyol Pindahkan Kuburan Eks Diktator Jenderal Franco

Jum'at, 25 Oktober 2019 - 14:19 WIB
Spanyol Pindahkan Kuburan Eks Diktator Jenderal Franco
Spanyol memindahkan makam mantan diktator negara itu Jenderal Francisco Franco dari mausoleum di kompleks Valley of the Fallen ke pemakaman pribadi keluarga. Foto/Istimewa/SINDOnews/Internasional
A A A
MADRID - Pemerintah Spanyol memindahkan makam mantan diktator negara itu Jenderal Francisco Franco. Jasadnya diambil dari mausoleum di kompleks Valley of the Fallen di luar Ibu Kota Madrid, dipindahkan ke makam pribadi keluarga.

Pemindahan itu berlangsung tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat. Mewakili pemerintah Spanyol hadir Menteri Kehakiman Dolores Delgado yang berperan sebagai Notaris Pertama Kerajaan.

Peti mati Franco diekstraksi dari bawah lempengan marmer dan dua ton granit. Atas permintaan keluarga mendiang diktator Spanyol itu, sebuah doa singkat disampaikan sebelum peti mati itu di bawa ke tempat peristirahatan terbarunya.

Operasi pemindahan ini menarik liputan langsung di saluran TV utama Spanyol dan situs web media.

Pemindahan itu dilakukan setelah keluarga almarhum Franco kalah dalam pertarungan di pengadilan yang berjalan sangat lama atas tempat peristirahatannya.

Keluarga ini mempertahankan jasad Franco berada di kompleks Valley of the Fallen atau meminta dipindahkan ke situs pemakaman keluarga di Katedral Katolik Roma Almudena, berdekatan dengan Istana Kerajaan di pusat Madrid.

"Spanyol modern adalah produk dari pengampunan, tetapi itu tidak bisa menjadi produk dari kelupaan," kata Penjabat Perdana Menteri Sosialis Pedro Sanchez.

"Penghargaan publik kepada diktator lebih dari sekadar anakronisme. Itu penghinaan terhadap demokrasi kita. Mengakhiri itu adalah kewajiban bagi generasi yang tidak tumbuh dengan trauma perang saudara dan kediktatoran," tambah Sanchez seperti dikutip dari Deutsche Welle, Jumat (25/10/2019).

Franco memimpin kediktatoran militer di Spanyol dari tahun 1939 hingga kematiannya pada tahun 1975. Pemerintahannya ditandai oleh penindasan politik yang brutal dan ia tetap menjadi tokoh politik yang terpolarisasi di negara itu.

Pemerintahannya yang otoriter, ditambah dengan Gereja Katolik yang sangat konservatif, memastikan bahwa Spanyol tetap terisolasi dari perkembangan politik, industri dan budaya di Eropa selama hampir empat dekade.

Ribuan tahanan politik dan orang lain masih hilang, empat dekade setelah pemerintahannya berakhir.

Setelah transisi Spanyol ke demokrasi di tahun 1970-an, banyak anggota rezim Franco diampuni atas kejahatan mereka atas nama rekonsiliasi nasional. Tetapi pengampunan ini telah mendorong kebencian di seluruh negeri. Kompleks Valley of the Fallen, tempat Franco dan banyak korban perang dimakamkan, adalah simbol yang paling terlihat dari kebencian itu.

Diatas salib 150 meter, basilika di lereng bukit telah menarik baik wisatawan maupun simpatisan sayap kanan, dengan banyak pihak merasa jijik oleh peringatan itu, membandingkannya dengan monumen yang memuliakan Hitler.

Kaum sosialis Spanyol telah lama berupaya mengubah makam mewah itu menjadi peringatan bagi sekitar 50.000 orang yang tewas dalam perang saudara Spanyol, yang berlangsung 1936-1939.

Pada bulan September 2018, parlemen Spanyol memilih penggalian.

Beberapa sejarawan mengatakan bahwa memindahkan jenazah Franco dari kompleks Valley of the Fallen akan menjadi "langkah" menuju normalisasi bagi Spanyol, sebuah negara yang masih memiliki desa-desa bernama "Caudillo" untuk menghormati sang diktator, dan jalan-jalan mengingat tokoh-tokoh senior dalam rezim Franco.

Tetapi beberapa kelompok konservatif, tiga partai utama sayap kanan Spanyol dan beberapa anggota Gereja Katolik telah mengkritik penggalian karena membuka luka lama politik negara itu.

Perdebatan lama tentang pemindahan jasad Franco telah sangat memecah belah negara. Penggalian berlangsung tepat sebelum pemilihan umum pada 10 November.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4578 seconds (0.1#10.140)