Siap Hadapi Kecaman Internasional, Uganda Terapkan Hukuman Mati Kaum Homoseksual

Jum'at, 11 Oktober 2019 - 07:53 WIB
Siap Hadapi Kecaman Internasional, Uganda Terapkan Hukuman Mati Kaum Homoseksual
Presiden Uganda Yoweri Museveni. Foto/REUTERS/James Akena
A A A
UGANDA - Pemerintah Uganda akan menerapkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan menjatuhkan hukuman mati bagi kaum homoseksual. Aturan yang nantinya menjadi undang-undang itu bertujuan untuk membatasi peningkatan hubungan seks yang tidak wajar di negara Afrika timur, tersebut.

RUU tersebut—dalam bahasa sehari-sehari di Uganda dikenal sebagai "Kill the Gays"—dibatalkan lima tahun lalu karena masalah teknis. Namun, saat ini pemerintah berencana untuk menghidupkannya kembali dalam beberapa minggu ke depan.

"Homoseksualitas tidak alami bagi orang Uganda, tetapi telah terjadi rekrutmen besar-besaran oleh kaum gay di sekolah, dan terutama di kalangan kaum muda, di mana mereka mempromosikan kepalsuan bahwa orang dilahirkan seperti itu," kata Menteri Etika dan Integritas Simon Lokodo kepada Thomson Reuters Foundation.

“Hukum pidana kita saat ini terbatas. Itu hanya mengkriminalkan tindakan tersebut. Kami ingin menjelaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam promosi dan rekrutmen harus dikriminalkan. Mereka yang melakukan tindakan serius akan dihukum mati," katanya lagi yang dilansir Reuters, Jumat (11/9/2019).

Negara-negara Afrika memiliki beberapa undang-undang paling ketat di dunia yang mengatur homoseksualitas. Hubungan sesama jenis dianggap tabu dan seks gay adalah kejahatan di sebagian besar benua, dengan hukuman diberlakukan mulai dari penjara hingga kematian.

Awal tahun ini, Brunei Darussalam memicu kemarahan internasional atas rencana untuk menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku seks gay. Namun, rencana itu ditangguhkan setelah menuai kritik keras dari berbagai komunitas internasional. Sekarang, Uganda ingin mengikuti rencana Brunei tersebut.

Lokodo mengatakan RUU tersebut—yang didukung oleh Presiden Yoweri Museveni—akan diperkenalkan kembali di parlemen dalam beberapa minggu mendatang dan diharapkan akan disetujui sebelum akhir tahun.

Dia optimistis rancangan undang-undang itu akan disetujui dengan dua pertiga anggota parlemen dibutuhkan untuk hadir. Kekurangan kuorum akan mematikan RUU yang sama pada tahun 2014. Belajar dari itu, menurut Lokodo, pemerintah telah melobi legislator menjelang pengenalan ulang RUU "Kill the Gays".

"Kami telah berbicara dengan anggota parlemen dan kami telah memobilisasi mereka dalam jumlah besar," kata Lokodo. "Banyak yang mendukung," ujarnya.

Tanpa aturan seperti itu, Uganda sejatinya sudah menjadi salah satu negara tersulit di Afrika bagi kaum minoritas seksual. Di bawah hukum kolonial Inggris, hubungan seks gay dapat dihukum penjara seumur hidup. Para aktivis mengatakan RUU baru itu berisiko memicu serangan.

"Membawa kembali undang-undang anti-gay akan selalu mengarah pada lonjakan diskriminasi dan kekejaman," kata Zahra Mohamed dari yayasan amal Stephen Lewis Foundation yang berbasis di Toronto.

Uganda menghadapi kecaman internasional yang meluas ketika RUU sebelumnya ditandatangani oleh Museveni pada tahun 2014.

Amerika Serikat mengurangi bantuan, memberlakukan pembatasan visa dan membatalkan latihan militer. Bank Dunia, Swedia, Norwegia, Denmark, dan Belanda juga menangguhkan atau mengalihkan bantuan. Lokodo mengatakan Uganda siap menghadapi segala tanggapan negatif. "Ini masalah," katanya.

“Tapi kami siap. Kami tidak suka memeras. Seperti yang kita tahu bahwa ini akan mengganggu pendukung kita dalam anggaran dan pemerintahan, kita tidak bisa hanya membungkukkan kepala dan membungkukkan badan di hadapan orang-orang yang ingin memaksakan budaya yang asing bagi kita," paparnya.

Pepe Julian Onziema dari Sexual Minorities Uganda, sebuah aliansi organisasi LGBT+, mengatakan anggotanya takut. LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual dan transgender. "Ketika hukum diperkenalkan terakhir kali, itu membangkitkan sentimen homofobia dan kejahatan rasial," kata Onziema.

“Ratusan orang LGBT+ terpaksa meninggalkan negara sebagai pengungsi dan lebih banyak lagi akan mengikuti jika undang-undang ini diberlakukan. Ini akan mengkriminalkan kita bahkan dari (upaya) mengadvokasi hak-hak LGBT+, apalagi mendukung dan melindungi minoritas seksual," katanya.

Onziema mengatakan tiga pria gay dan satu wanita transgender telah terbunuh dalam serangan homofobia di Uganda tahun ini, di mana yang terbaru terjadi minggu lalu ketika seorang pria gay dipukul sampai mati.
(zys)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3933 seconds (0.1#10.140)