Revolusi Industri 4.0 Ubah Pasar Tenaga Kerja, Ternyata Indonesia Belum Aman

Selasa, 24 September 2019 - 08:12 WIB
Revolusi Industri 4.0 Ubah Pasar Tenaga Kerja, Ternyata Indonesia Belum Aman
Era revolusi industri 4.0 menunjukkan adanya perubahan drastis di tren industri, ditambah transformasi pasar tenaga kerja yang menjadi lebih dinamis dinilai membuat posisi Indonesia saat ini belum aman. Foto/Michelle Natalia
A A A
JAKARTA - Era revolusi industri 4.0 memperlihatkan adanya perubahan drastis di tren industri, dimana perkembangannya tidak lagi linear melainkan bersifat eksponensial.

Transformasi pasar tenaga kerja yang menjadi lebih dinamis dinilai membuat posisi Indonesia saat ini belum aman.

"Posisi Indonesia saat ini masih belum aman, karena terdapat transformasi pasar kerja ke arah lebih dinamis yang mengakibatkan adanya transformasi industri per sektor. Hal ini mengakibatkan perubahan karakter bisnis, dimana ada beberapa jenis pekerjaan konvensional yang menghilang, namun juga muncul jenis pekerjaan, keterampilan, dan keahilian baru," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker Bambang Satrio Lelono di Jakarta, Senin (23/9/2019).

Sambung Bambang menjelaskan, bahwa tren ini terlihat dari yang dulunya taksi merajai transportasi darat, sekarang digeser oleh adanya transportasi online. Saat ini juga muncul profesi yang belum pernah terdefinisi sebelumnya, seperti Youtuber, Web Developer, Web Designer, dan pekerjaan lainnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J. Supit menjelaskan, bahwa Indonesia memerlukan SDM unggul yang adaktif, karena ketidakcocokan sisi tenaga kerja dan sisi pasar adalah salah satu masalah kritis negara saat ini.

"Saat ini banyak perusahaan teknologi di Indonesia kekurangan tenaga kerja, karena kurangnya pasokan dan kurangnya konsentrasi dalam pendidikan formal seperti universitas. Selain itu, sektor pertanian juga paling disorot karena ada ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan," lanjut Anton.

Ia memaparkan, bahwa untuk mewujudkan pengembangan SDM hingga ke level tersebut, perlu ada kolaborasi berbagai pihak yang menjadi kunci sukses menghadapi perubahan, yaitu kolaborasi antara pihak nasional melalui Komite Pelatihan dan Pendidikan Vokasi Nasional. Ditambah pihak daerah melalui Komite Vokasi Daerah, yang kemudian akan dilanjutkan dengan pelatihan di perusahaan.

"Pihak Komite Pelatihan dan Pendidikan Vokasi Nasional berperan untuk mengembangkan kerangka, kurikulum, dan standarisasi di pendidikan vokasi (sekolah) dan pelatihan vokasi melalui Balai Latihan Kerja(BLK) maupun Lembaga Pelatihan Kerja(LPK). Sementara itu, Komite Vokasi Daerah akan mengawasi pelaksanaan, supervisi, dan memberikan rekomendasi dalam pelatihan di perusahaan, yang nantinya perusahaan akan memberikan umpan balik/feedback terhadap sekolah dan BLK/LPK," tutur Anton.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9229 seconds (0.1#10.140)