Rusia Tak Butuh Kapal Induk, Namun Butuh Senjata untuk Menenggelamkannya

Senin, 23 September 2019 - 09:04 WIB
Rusia Tak Butuh Kapal Induk, Namun Butuh Senjata untuk Menenggelamkannya
Kapal induk Amerika Serikat, USS Ronald Reagan saat meninggalkan Victoria Harbour. Foto/Liang Yingfei/Caixin Media via REUTERS
A A A
MOSKOW - Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu tak mau ambil pusing dengan banyaknya kapal induk yang dimiliki Amerika Serikat (AS).

Menurutnya, yang dikejar Moskow adalah senjata untuk menenggelamkan kapal-kapal induk yang menyerang Rusia.

Shoigu juga merasa tidak masalah dengan anggaran militer Amerika yang jauh melebihi Rusia, karena militer Moskow hadir untuk membela negara, bukan untuk menyerang negara lain.

“AS menghabiskan banyak uang untuk kontraktor militer swasta, pada kapal induk. Nah, apakah Rusia benar-benar membutuhkan lima hingga sepuluh kelompok tempur kapal induk, mengingat kami tidak berniat menyerang siapa pun?," kata Menteri Shoigu kepada surat kabar Rusia.

"Kita membutuhkan cara yang bisa kita gunakan untuk melawan kelompok tempur kapal induk musuh jika negara kita diserang. Itu jauh lebih murah dan lebih efisien," katanya lagi, seperti dikutip Russia Today, Minggu (22/9/2019).

Anggaran militer Rusia sejatinya mengalami kenaikan beberapa tahun yang lalu untuk program persenjataan besar-besaran, tetapi telah dibatalkan dalam beberapa tahun terakhir.

Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) memperkirakan Rusia sebagai pembelanja pertahanan keenam terbesar di dunia pada 2018, di belakang AS, China, Arab Saudi, India, dan Prancis. Sementara itu, Pentagon diguyur dengan uang di bawah pemerintahan Donald Trump, dan mengerdilkan anggaran militer negara-negara lain.

Shoigu mengatakan bahwa rekan-rekannya dari Rusia tidak punya alasan untuk khawatir, karena uang pembayar pajak dihabiskan dengan baik.

Menteri pertahanan itu juga mengkritik Washington karena kebiasaannya membenarkan intervensi militernya di seluruh dunia atas kepentingan orang-orang yang tinggal di negara-negara yang menjadi sasarannya.

“Di negara mana mereka pergi 'membawa demokrasi', apakah demokrasi berkembang? Apakah itu Irak, Afghanistan, atau Suriah?," kritik Shoigu. "Dan orang tentu bisa melupakan kedaulatan dan kemerdekaan setelah keterlibatan Amerika," ujarnya.

Dia menambahkan, AS tidak kehilangan selera untuk menghancurkan negara lain, baik melalui intervensi militer atau cara lain.

“Rekan Barat kami senang menuduh Rusia mengobarkan 'perang hibrida' atau apa pun. Ya, saya katakan Barat adalah yang melakukan peperangan hibrida yang sesungguhnya. AS sekarang akan meninggalkan Afghanistan dengan setengah reruntuhan dan pada saat yang sama mereka bekerja keras untuk menggerakkan hal-hal di Venezuela—tentu saja semua untuk 'kemenangan demokrasi'," imbuh sindiran Shoigu.

AS pada tahun ini mencoba untuk menggulingkan pemerintah Presiden Nicolas Maduro yang berkuasa di Venezuela dengan mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido. Namun, upaya itu gagal. Washington berjanji akan mencabut sanksi ekonomi yang melumpuhkan Venezuela setelah "orang-orang"-nya mengambil kendali negara tersebut.
(mas)
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1375 seconds (0.1#10.140)