KPK dalam Situasi Anomali, Presiden Perlu Tunjuk Pelaksana Tugas

Minggu, 15 September 2019 - 14:09 WIB
KPK dalam Situasi Anomali, Presiden Perlu Tunjuk Pelaksana Tugas
Forum Lintas Hukum Indonesia (FLHI) menilai ada dua peristiwa yang membuat lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini menimbulkan anomali.(Foto/SINDOnews/Vitrianda)
A A A
JAKARTA - Forum Lintas Hukum Indonesia (FLHI) menilai ada dua peristiwa yang membuat lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini menimbulkan anomali.

Dua peristiwa itu yakni mundurnya Saut Situmorang sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 dan Ketua KPK Agus Rahardjo menyerahkan lembaga independen ini kepada Presiden Joko Widodo.

Anggota FLHI yang juga mantan Direktur Penyidik Mabes Polri, Kombes (Purn) Alfons Loemau mengatakan, situasi seperti ini tidak boleh dianggap remeh dan didiamkan begitu saja. Alfons justru menilai membuat DPR dan pemerintah seharusnya peka.

"Inikan jelas tidak ada soliditas di antara pimpinan KPK dan pimpinan yang kolektif kolegial di KPK," bebernya saat diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (15/9/2019).

Dia melanjutkan saat ini, KPK berada dalam kevakuman pimpinan KPK yang kolektif kolegial. Vakumnya pimpinan KPK telah berimplikasi hukum. Dengan demikian KPK berada dalam kondisi berhenti melakukan segala aktivitas pemberantasan korupsi.

Tugas pokok KPK terhenti setelah pimpinan menyerahkan mandat pimpinan KPK kepada Presiden Jokowi. Vakumnya pimpinan KPK, menghentikan segala fungsi penyidikan dan penuntutan.

Sehrusnya sebagai sebuah lembaga negara penegak hukum, seharusnya dalam keadaan apapun pimpinan KPK tetap di jalur dan menjaga marwah KPK.

Nah melihat konteks itulah dia meminta pemerintah segera membekukan sementara kepemimpinan KPK periode 2015 - 2019 dengan menunjuk lima orang pimpinan KPK sebagai pelaksana tugas (Plt) hingga pimpinan KPK periode 2019-2023 dilantik.

Sementara itu Anggota FLHI Petrus Selestinus menilai Agus Rahadjo cs diduga melakukan pembangkangan. Mereka membuat macet institusi dan dinilai melakukan sabotase.

Pengembalian mandat dan tugas pemberantasan korupsi kepada Presiden menjadi terhenti."Mereka telah melanggar Pasal 21 UU No 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Dimana, Ancaman hukumannya 12 tahun penjara," sebutnya.

Menurut Petrus, KPK merupakan sebuah lembaga negara dan bukanlah sebuah "terminal bus kota' yang menampung setiap orang atau siapa saja yang mau keluar atau masuk seenaknya.
"Dengan demikian Pemerintah dan DPR tidak boleh menganggap remeh kondisi anomali yang dihadapi KPK," katanya.

Petrus mendesak agar Presiden Joko Widodo segera mengambil sikap dengan menunjuk Plt pimpinan KPK yang baru.

"Karena tak bisa Basaria Panjaitan bekerja sendiri. Harus ada sosok ketua seperti saat kejadian cicak vs buaya lalu. Kalau mau gentle, Jaksa Agung juga sekalian mengambil alih," ungkap Petrus.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.0225 seconds (0.1#10.140)