Ide Perjanjian Internasional di Papua Langkah Mundur dan Menyesatkan

Sabtu, 24 Agustus 2019 - 08:09 WIB
Ide Perjanjian Internasional di Papua Langkah Mundur dan Menyesatkan
Pengamat Intelijen Ngasiman Djoyonegoro. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Penyelesaian masalah di tanah Papua cukup dilaksanakan oleh otoritas politik dan otoritas hukum dalam negeri saja.

Jika melibatkan pihak ketiga, melalui perjanjian internasional sebagaimana Perjanjian Helsinki dalam penyelesaian konflik Aceh, berpotensi mengundang campur tangan asing dan rawan ditunggangi oleh kepentingan lain yang tidak ada hubungannya dengan penyelesaian konflik.

Pengamat Intelijen Ngasiman Djoyonegoro mengatakan, keterlibatan asing mengibaratkan situasi seolah-olah telah terjadi deadlock dalam menentukan kesepakatan. Padahal situasi di lapangan tidak demikian. Rakyat Papua menginginkan perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.

"Presiden Joko Widodo telah mengupayakan kesetaraan dan pemerataan pembangunan di Papua yang selama ini tertinggal. Kesejahteraan dan ekonomi rakyat Papua mulai merangkak naik. Berbagai kemajuan dapat kita lihat lima tahun terakhir," kata Ngasiman di Jakarta, Jumat (23/8/2019).

Menurutnya, pendekatan kemanusiaan dan kebudayaan oleh pemerintah dalam menangani gejolak di Papua saat ini sudah tepat. Penyelesaian konflik di Papua oleh otoritas internasional patut diduga hanya kepentingan sebagian kecil elit politik yang ingin mengambil keuntungan dari proses negosiasi tersebut.

Gagasan perjanjian internasional itu perlu diwaspadai seiring munculnya kampanye dan upaya diplomasi di tingkat internasional oleh aktor negara dan non negara tentang isu kemerdekaan West Papua.

"Di dalam negeri, renegosiasi divestasi PT Freeport Indonesia yang sedang berlangsung merupakan konteks yang kemungkinan besar mewarnai gagasan perjanjian internasional tersebut," terangnya.

Potensi-potensi yang merugikan Indonesia dan mengancam keutuhan NKRI di atas sebaiknya menjadi pertimbangan sejumlah pihak untuk menahan diri dan memprioritaskan proses perdamaian di Papua.

Yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersama otoritas lokal Papua kemudian adalah mengevaluasi implementasi Otonomi Khusus Papua, terutama dari sudut pandang efektifitas dan akuntabilitas.

Gagasan-gagasan baru seharusnya hadir untuk menjawab masalah-masalah yang muncul dari implementasi Otonomi Khusus.

"Otonomi khusus telah berhasil memajukan Aceh, tentu kita bertanya bagaimana Otonomi Khusus di Papua juga seharusnya dapat memajukan Papua? Mengusung perjanjian internasional untuk penyelesaian masalah Papua adalah langkah mundur dan menyesatkan," pungkasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.6294 seconds (0.1#10.140)