Tak Gentar Lawan India, Kashmir Merasa seperti Gaza Melawan Israel

Sabtu, 24 Agustus 2019 - 07:34 WIB
Tak Gentar Lawan India, Kashmir Merasa seperti Gaza Melawan Israel
Para demonstran Kashmir saat bentrok dengan pasukan keamanan India. Foto/REUTERS
A A A
SRINAGAR - Anak-anak muda duduk di samping tumpukan batu dan api unggun, melindungi satu-satunya pintu masuk ke lingkungan yang dikepung, yang mereka sebut "Kashmir Gaza" ketika pengeras suara masjid menyiarkan slogan-slogan pembebasan.

Dalam tindakan menentang terhadap keputusan kontroversial New Delhi yang mencabut status otonomi khusus wilayah mayoritas Muslim tersebut, lingkungan Soura di pinggiran kota utama Srinagar di Kashmir telah ditutup untuk pasukan keamanan.

Sejak awal Agustus, penduduk telah membangun barikade-barikade dari lembaran timah, kayu gelondongan, tangki minyak dan pilar beton, serta menggali parit untuk menahan tentara di tengah-tengah protes harian terhadap India.

“Mereka hanya bisa memasuki Soura (jika) melangkahi tubuh kami. Kami tidak akan memberikan satu inci pun tanah ke India," kata Mufeed, seorang penduduk yang secara sukarela menjaga lingkungan itu pada malam hari, kepada AFP.

"Sama seperti Gaza melawan Israel, kami akan berjuang untuk Tanah Air kami dengan sekuat tenaga," ujar Mufeed.

Sekadar diketahui, Israel telah memblokade wilayah Jalur Gaza, Palestina, sejak 2007. Blokade dilakukan setelah faksi Hamas merebut Gaza dari Otoritas Palestina. Tak hanya Israel, Mesir juga memblokade wilayah tersebut. Israel berdalih blokade diperlukan untuk mencegah Hamas mengimpor senjata. Kelompok itu telah menembakkan ribuan roket ke wilayah negara Yahudi tersebut.

Kashmir telah melancarkan pemberontakan bersenjata selama tiga dekade terhadap pemerintahan India dengan puluhan ribu jiwa—sebagian besar warga sipil—hilang dalam konflik.

Ketika pencabutan status otonomi khusus hendak diumumkan, India sudah mengirim puluhan ribu pasukan tambahan ke wilayah yang bergejolak itu untuk bergabung dengan 500.000 personel yang sudah ditempatkan sbelumnya. Pemerintah New Delhi juga memberlakukan tindakan keras ketat karena khawatir akan pecahnya kerusuhan lebih lanjut.

Tetapi protes telah pecah di lingkungan Soura. Setidaknya 15.000 orang berunjuk rasa pada 9 Agustus—demonstrasi terbesar di Kashmir sejauh ini.

Mereka disambut oleh pasukan keamanan India yang menembakkan amunisi, gas air mata dan senjata api untuk membubarkan kerumunan. Lebih dari dua lusin orang dilaporkan terluka.

Soura, komunitas tepi danau yang penuh sesak dengan lebih dari 2.000 rumah, dikepung oleh pasukan keamanan India di tiga sisi. Masjid terkenal, Jenab Saeb, telah menjadi titik pertemuan bagi ribuan demonstran di lingkungan tersebut. Setiap malam, warga berbaris melalui jalan sempit, membawa obor dan melewati coretan dengan tulisan "Freedom for Kashmir" dan "Go India, go back". Warga setempat akan menyampaikan pesan jika mereka melihat ada pergerakan polisi di jalan raya utama tepat di luar Soura.

Pasukan polisi, yang telah mengerahkan drone dan helikopter, mencoba memasuki Soura setidaknya tiga kali tetapi dipukul mundur oleh pemuda yang melemparkan batu, dan beberapa di antaranya dipersenjatai dengan kapak dan tombak. Mereka—yang sudah "akrab" dengan taktik polisi dalam membubarkan massa pengunjuk rasa—menggunakan air asin untuk mencuci muka setelah cairan cabai dan gas air mata ditembakkan. Mereka juga memakai helm dan kacamata untuk melindungi diri mereka dari pelet. Tiga pemuda sejauh ini telah ditangkap setelah berkelana keluar dari wilayah tersebut.

"Mereka (India) sedang menguji ketahanan kami dan mereka pasti akan gagal," kata Nahida, warga setempat kepada AFP, yang dilansir Jumat (23/8/2019). "Kami mengalahkan mereka terakhir kali dan bahkan jika situasi ini berlanjut selama bertahun-tahun, kami tidak akan menyerah."

Terlepas dari protes komunitas Soura, pihak berwenang menekankan bahwa Kashmir sebagian besar tetap damai sejak "dikunci".

Soura telah lama menjadi bagian dari sejarah Kashmir yang bergejolak sejak wilayah itu dibagi antara India dan Pakistan setelah merdeka dari Inggris pada tahun 1947. Itu adalah tempat kelahiran mantan perdana menteri Kashmir Sheikh Abdullah, yang setuju untuk bergabung dengan India sebagai negara dengan hak otonomi.

Partai Konferensi Nasional-nya—yang telah memperjuangkan lebih banyak otonomi saat berada di bawah kekuasaan India—memimpin negara selama lebih dari tiga dekade, dengan putranya Farooq Abdullah dan cucunya Omar Abdullah menjadi menteri utama.

Farooq dan Omar Abdullah ditahan oleh New Delhi sebagai bagian dari "penguncian".

Warga Kashmir menjadi lebih anti-India dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2016 ketika protes massa jalanan meletus atas kematian seorang komandan militan yang populer, Soura adalah tempat bentrokan dengan pasukan pemerintah selama puluhan kali.

Warga Soura, Rafiq Mansoor Shah, mengatakan banyak penduduk setempat berbagi keraguannya tentang keputusan Abdullah untuk memasukkan Kashmir ke India.

Di bawah pengaturan baru yang diumumkan bulan ini, orang India dari bagian lain negara yang luas itu sekarang dapat melamar pekerjaan pemerintah dan membeli properti di Kashmir. Tetapi banyak penduduk asli Soura seperti Shah mengatakan; "New Delhi memiliki rencana jahat untuk merebut tanah kami."

"Karena keserakahan (keluarga Abdullah) akan kekuasaan...kami telah menjadi budak di India. Kami berusaha untuk memperbaiki kesalahan sejarah," katanya kepada AFP. "Kami mencoba untuk memimpin dan menginspirasi sisa Kashmir."
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4064 seconds (0.1#10.140)