Youtube dan Netflix Bakal Jadi Objek Baru Pajak Negara

Jum'at, 23 Agustus 2019 - 09:46 WIB
Youtube dan Netflix Bakal Jadi Objek Baru Pajak Negara
KPI juga menyasar Youtube dan Netflix bisa menjadi objek pajak negara karena bagaimanapun, kedua media baru ini mendapatkan keuntungan yang besar dari masyarakat Indonesia. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Niatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi media digital Youtube dan Netflix bukan hanya memastikan konten siarannya aman untuk ditonton masyarakat saja.

KPI juga menyasar keduanya bisa menjadi objek pajak negara karena bagaimanapun, kedua media baru ini mendapatkan keuntungan yang besar dari masyarakat Indonesia lewat revisi Undang-Undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran).

“Undang-Undang 32 tidak bisa atau belum bisa dijadikan perangkat bagi KPI mengawasi media baru. Karena itu kami ingin menjadikan wacana ini menjadi perhatian bersama dari semua pihak termasuk wartawan tentang formula mengawasi media baru,” kata Ketua KPI Agung Suprio di dalam diskusi terkait Kegiatan Digital di Perbatasan di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).

Agung menjelaskan, apa yang ia kemukakan ini tidak hanya soal pengawasan konten siaran Youtube dan Netflix tetapi, bagaimana media baru ini bisa memiliki badan hukum di Indonesia, bukan hanya kantor perwakilan saja sehingga, bisa dijadikan objek pajak yang menguntungkan negara. “KPI juga bisa berkoordinasi dengan lembaga tersebut. Melihat konten apa saja yang sesuai dengan karaktet bangsa,” terang Akademisi UI itu.

Sementara itu Ia juga membantah jika pengawasan konten pada media baru ini bertujuan untuk menghambat kreativitas para pembuat konten di meria baru. Justru, KPI mendukung para pembuat konten yang banyak tidak tertampung di media konvensional karena harus diakui bahwa media baru ini sangat demokratis dan mengakomodir orang-orang kreatif untuk berkarya. Hal ini sekaligus menjadi kritik bagi media konvensional untuk lebih kreatif dan artis yang ditampilkan tidak monoton.

“Ini kritik bagi tv konvensional, artisnya itu-itu mulu, jadi oligarki. Jadi, tidak ada niatan kami untuk membatasi. Niat kita melindungi konten kreator. Dengan media ini orang-orang bisa eksis menyampaikan ke-Indonesiaan karena media baru tidak membatasi,” ujarnya.

Selain itu, Agung juga ingin meluruskan stigma masyarakat yang selama ini menuding bahwa KPI yang melakukan sensor atas konten siaran. KPI tidak bertugas untuk melakukan sensor karena tugas itu merupakan tupoksi Lembaga Sensor Film (LSF). KPI juga tidak pernah melakukan blurring, blurring terjadi karena pihak tv swasta menyalahartikan pedoman bersiaran KPI. Pihaknya juga tidak pernah setuju jika ada patung, tokoh kartun dan perenang diblur.

“Masa patung diblur, atlet diblur. Orang pakai kebaya itu nggak boleh diblur, orang renang, itu budaya. Jangan kita berpandangan sexist kalau laki-laki nggak diblur. Kita tidak akan memblur itu,” terangnya.

“Saya lihat netizen ada yang bereaksi mengatakan itu. Itu bukan kerja KPI, kami mendukung penuh konten kreator, mereka berhak dapat penghasilan lewat media baru,” tegas Agung.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 6.3191 seconds (0.1#10.140)