Zero KJA Bukan Alternatif Membantu Mengurangi Pencemaran Danau Toba

Senin, 19 Agustus 2019 - 19:38 WIB
Zero KJA Bukan Alternatif Membantu Mengurangi Pencemaran Danau Toba
Areal kerambah jaring apung di Danau Toba, di kawasan Hutaginjang, Sumatera Utara.(Foto:SINDOnews/Ist)
A A A
SIMALUNGUN - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia menilai "Zero Keramba Jaring Apung (KJA)," memang bisa membantu megnurangi pencemaran Danau Toba.

Namun menurut siaran pers Biro Humas KLHK RI yang disampaikan Kepala Biro Djati Witjaksono Hadi, yang diperoleh Sindonews.com, Senin (19/8/2019) Zero KJA tidak mampu membantu lumpuhnya perekonomian masyarakat di sekitar Danau Toba yang bergantung pada KJA dalam waktu cepat.

Menurut Djati, dalam pertemuan dengan pemerintah provinsi Sumatera Utara, sejumlah bupati dan ormas pecinta dan pemerhati Danau Toba (9/8) lalu di Jakarta, KLHK menyampaikan beberapa alternatif untuk mengatasi pencemaran, diantaranya menurunkan produksi ikan dari KJA secara bertahap oleh semua kegiatan KJA hingga total 10.000 ton ikan per tahun, dengan waktu penurunan produksi yang dipercepat, salah satunya dengan menurunkan produksi hanya sampai tahun 2021, atau bahkan 2020.

"Kita berikankesempatan kepada pihak yang memiliki ketergantungan terhadap KJA melakukan pergeseran aktivitas ekonomi (shifting economy)," ujar Djati.

Kemudian melakukan zonasi secara lebih detail untuk 3 (tiga) kegiatan utama yaitu pariwisata, pemanfaatan sumber air bersih/minum, dan budidaya KJA. Dengan cara memindahkan lokasi pengambilan air bersih dan KJA dari zona pariwisata sehingga tidak ada tumpang tindih pemanfaatan dari 3 (tiga) kegiatan utama tersebut,dan erakhir, zero budidaya KJA.

KLHK dalam pertemuan mengatakan, alternatif yang disampaikan memiliki kelebihan dan konsekuensi lanjutannya, sehingga pernyataan “Zero KJA” merupakan sebuah tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan dalam penyelamatan Danau Toba.

Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Luckmi Purwandari, menambahkan pencemaran Danau Toba sesuai hasil penelitian KLHK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga berasal dari rumah tangga, hotel, dan peternakan, dan ini merupakan tanggungjawab pemerintah daerah untuk melakukan pengendalian pencemaran.

"Sejak wacana rehabilitasi Danau Toba digaungkan, KLHK telah melakukaan pemetaan potensi kebutuhan pegelolaan limbah (IPAL), bahkan telah mengeluarkan perintah kepada pengelola hotel-hotel di kawasan tersebut untuk mengelola limbah hotelnya. Tindakan ini juga ditindaklanjuti dengan pembangunan dua unit IPAL dan dua alat monitoring air danau otomati onlimo di Danau Toba," sebut Luckmi.

Sementara Sekretaris Direktorat Jenderal PDASHL Yuliarto Joko Putranto upaya-upaya yang telah dilakukan Direktorat Jenderal PDASHL dalam pemulihan daerah aliran sungai (DAS) dan rehabilitasi daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba yang beberapa waktu lalu telah diluncurkan jenis Macadamia di Persemaian Permanen Hutaginjang yang dapat meningkatkan tutupan lahan di DAS Toba, menjadi sekat bakar dalam rangka pengendalian kebakaran dan produksi kacang Macadamia yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.

Kepala Biro Humas KLHK RI Djati Witjaksono Hadi dalam siaran pers tersebut juga menyampaikan bahwa sampai dengan akhir pertemuan pada (9/8), tidak ada kesepakatan bersama antara KLHK dengan DPRD Sumatera Utara dan ormas untuk Zero Jaring Apung di Danau Toba dan tidak ada kesimpulan Kementerian LHK setujui penutupan Aquafarm dan JAPFA.
(zys)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2640 seconds (0.1#10.140)