Tikiiri, Gajah Kurus dan Kelaparan Berusia 70 Tahun Dipaksa Diarak untuk Festival di Sri Lanka

Kamis, 15 Agustus 2019 - 14:23 WIB
Tikiiri, Gajah Kurus dan Kelaparan Berusia 70 Tahun Dipaksa Diarak untuk Festival di Sri Lanka
Tikiiri, gajah berusia 70 tahun, yang sangat kurus dan kelaparan dieksploitasi untuk meramaikan festival Buddha di Sri Lanka. Foto/Save Elephant Foundation/Facebook
A A A
KOLOMBO - Seekor gajah berusia 70 tahun di Sri Lanka terlihat begitu kurus dan kelaparan "disiksa" oleh pemiliknya dengan diarak untuk meramaikan sebuah festival di negara tersebut.

Kondisi tubuh gajah yang mengerikan ditutupi dengan kostum festival sehingga banyak orang tak menyadarinya.

Save Elephant Foundation, yayasan perlindungan gajah, mengungkap kondisi satwa bernama Tikiiri tersebut. Foto-foto kondisi Tikiiri telah dibagikan pada hari Senin untuk menandai Hari Gajah Sedunia.

Setiap tulang rusuk dapat dilihat di tubuh Tikiiri. Meski tubuhnya lemah, satwa ini akan bekerja bersama 60 gajah lainnya untuk Festival Perahera yang akan berlangsung selama sepuluh hari.

Festival sepuluh hari tersebut merupakan festival Buddha yang menampilkan hewan-hewan yang didekorasi bersama dengan banyak seniman termasuk penari, pemain sulap hingga musisi. Petugas pemadam kebakaran juga diikutkan dalam festival.

"Tikiri bergabung dalam pawai setiap malam dari awal hingga larut malam selama sepuluh malam berturut-turut, di tengah-tengah kebisingan, kembang api, dan asap," kata Save Elephant Foundation dalam sebuah pernyataan, Rabu (14/8/2019).

"Dia berjalan beberapa kilometer setiap malam sehingga orang-orang akan merasa diberkati selama upacara," lanjut yaysan itu dikutip Mirror. "Tidak ada yang melihat tubuh kurusnya atau kondisinya yang melemah, karena kostumnya."
Tikiiri, Gajah Kurus dan Kelaparan Berusia 70 Tahun Dipaksa Diarak untuk Festival di Sri Lanka


"Tidak ada yang melihat air mata di matanya, terluka oleh cahaya terang yang menghiasi topengnya, tidak ada yang melihat kesulitannya untuk melangkah ketika kakinya dibelenggu pendek saat dia berjalan," lanjut Save Elephant Foundation.

"Bagaimana kita bisa menyebut (festival) ini suatu berkah, atau sesuatu yang suci, jika kita membuat hidup makhluk lain menderita?," imbuh yayasan tersebut.

Save Elephant Foundation mengatakan Tikiiri bekerja untuk Tooth Temple (Kuil Gigi) di kota Kandy. Yayasan itu mendesak orang-orang untuk menulis surat kepada Perdana Menteri Sri Lanka agar mengakhiri kekejaman terhadap satwa tersebut.

"Kami tidak dapat membawa dunia yang damai kepada gajah jika kami masih berpikir bahwa gambar ini dapat diterima," kata yayasan itu.

"Mencintai, tidak menyakiti, mengikuti jalan kebaikan dan kasih sayang, ini adalah Jalan Buddha. Inilah saatnya untuk mengikutinya."

Yayasan nirlaba tersebut berfokus pada penyediaan perawatan untuk populasi gajah tawanan Thailand. Yayasan yang didirikan oleh Sangdeaun Lek Chailert itu mulai mengadvokasi kesejahteraan gajah di Asia karena kecintaannya pada simbol nasional negara tersebut dan kekhawatiran tentang spesies yang terancam punah.

"Ini adalah misi kami untuk menyelamatkan gajah Asia dari kepunahan dan memberikan kehidupan yang layak bagi gajah jinak dengan melestarikan habitat dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang praktik perawatan manusia," kata Save Elephant Foundation.

Save Elephant Foundation mengelola Elephant Nature Park—tempat perlindungan gajah di Chiang Mai, Thailand Utara—di antara sejumlah proyek lainnya.

World Animal Protection memperkirakan 3.000 gajah dieksploitasi untuk hiburan di seluruh Asia, dengan 77 persen diperlakukan secara kejam.

Seorang juru bicara Sacred Tooth Relic mengatakan kepada Metro.co.uk bahwa mereka selalu peduli pada satwa selama festival berlangsung.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2804 seconds (0.1#10.140)