Kekaisaran Jepang Masuki Era Baru

Kamis, 02 Mei 2019 - 08:44 WIB
Kekaisaran Jepang Masuki Era Baru
Era Baru Kekaisaran Jepang. (Reuters).
A A A
TOKYO - Akihito memutuskan turun takhta dari kursi kekaisaran setelah memimpin Jepang selama 30 tahun sejak 7 Januari 1989. Dia memercayakan dan mewariskan takhtanya kepada sang putra sulung, Naruhito, 59.

Naruhito berjanji akan melakukan yang terbaik untuk menjaga reputasi bangsa Jepang. “Saya berjanji akan bertindak sesuai konstitusi dan memenuhi tanggung jawab sebagai simbol negara dan persatuan rakyat Jepang,” katanya dalam upacarai Sokui-go-Choken-no-Gi di Istana Kekaisaran Jepang di Tokyo, kemarin, seperti dikutip asahi.com.

Sokui-go-Choken-no-Gi adalah upacara naiknya kaisar pengganti untuk pertama kali ke singgasana. Saat itu pula Naruhito memberikan pidato pertamanya kepada bangsa Jepang sebagai kaisar setelah naik takhta. Momen ini sekaligus menandai perubahan masa kekaisaran dari Heisei menjadi Reiwa.

Naruhito berharap rakyat Jepang dapat meraih kebahagiaan, Jepang semakin maju, dan dunia menjadi tempat yang lebih damai. Acara perayaan dihadiri sekitar 290 orang, di antaranya Permaisuri Masako, para anggota keluarga kekaisaran, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, gubernur prefektur, para menteri kabinet.

Sebelum Sokui-go-Choken-no-Gi digelar, rangkaian acara diawali dengan upacara Kenji-to-Shokei-no-Gi, pemberian takhta dan segel di ruang Matsu-no-Ma sekitar pukul 10.30 waktu lokal. Orang yang hadir selama penobatan itu ialah Abe dan anggota kabinet, pemimpin DPR dan MPR, dan kepala Mahkamah Agung.

Anggota keluarga kekaisaran yang diperbolehkan mengikuti Sokui-go-Choken-no-Gi ialah mereka yang akan menjadi calon kaisar berikutnya. Karena itu, anggota keluarga Kekaisaran Jepang yang hadir hanyalah Pangeran Mahkota Fumihito, adik Naruhito, dan Pangeran Hitachi, adik bungsu Kaisar Emeritus Akihito.

Di belakang Naruhito, pelayan membawa pedang, permata, benda-benda keramat, dan segel negara. Ritual itu berlangsung sekitar lima menit. Acara Sokui-go-Choken-no-Gi digelar setelahnya di ruangan yang sama sekitar pukul 11.10. Naruhito lalu menggandeng istrinya, Masako, sebelum diikuti keluarga yang lain.

“Saya menjadi suksesor ayah saya sesuai dengan konstitusi negara dan aturan hukum kekaisaran,” ujar Naruhito. Sebelum upacara, Abe mengucapkan selamat kepada Naruhito yang akan menjadi wakil rakyat Jepang di hadapan anggota kabinet. Abe berkomitmen pemerintah akan melakukan yang terbaik selama era Reiwa.

Naruhito telah mengasah kemampuannya dan mempersiapkan segalanya sejak beberapa tahun lalu. Selama kunjungan resmi ke Prancis, Naruhito yang saat itu masih menjabat sebagai pangeran mahkota, menyampaikan pidato dalam bahasa Prancis dan Inggris di depan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Para ahli menilai kemauan Naruhito untuk belajar bahasa asing mencerminkan keinginannya untuk terhubung langsung dengan masyarakat di luar Jepang. Sejauh ini, dia telah melakukan 51 kunjungan ke 41 negara. Selain menjalin hubungan yang sudah dijalin ayahnya, dia juga memperkuat relasi signifikan di tingkat lain.

Naruhito bertemu dengan anggota keluarga kerajaan asing seusianya, seperti Raja Belanda Willem-Alexander dan Pangeran Mahkota Denmark Frederick. “Dia memang sudah dikenal sebagai wajah Jepang sebagaimana yang kita saksikan,” kata Profesor Ilmu Sejarah Universitas Kanto Gakuin, Naotaka Kimizuka.

Selama kunjungan ke luar negeri, Naruhito juga sering disebut media lokal sebagai calon kaisar pewaris takhta Akihito. Namun, dia memiliki perbedaan. Setidaknya, Naruhito menguasai beberapa bahasa asing dan selalu mempraktikkannya selama ke luar negeri. Saat ini dia juga dilaporkan sedang belajar bahasa Spanyol.

Naruhito pertama kali ke luar negeri saat duduk di bangku kelas III SMP. Dia menghabiskan liburan musim panas selama dua pekan di Australia. Ibu Naruhito, Michiko, mengatakan bahwa anaknya mulai belajar tentang arti kebebasan dan tanggung jawab. “Tidak ada kebebasan yang hakiki di dunia ini,” tandas Michiko.

Pada 1983, setelah lulus dari sekolah Gakushuin, Naruhito melanglang buana ke Inggris. Dia kuliah di Merton College Universitas Oxford selama dua tahun dan menjadi anggota keluarga kekaisaran Jepang pertama yang studi di luar negeri. Dia disambut baik oleh keluarga kerajaan Eropa, terutama Kerajaan Inggris.

Saat kembali ke Jepang, Naruhito disebut berubah dan menjadi gamblang dalam mengutarakan kritikan. “Dibandingkan dengan Inggris, polisi Jepang terlalu banyak mengeluarkan peraturan,” kata Naruhito. Dia juga senang mengamati permasalahan yang terjadi di suatu negara dan selalu tertarik mempelajarinya lebih jauh.

Meski bagian dari anggota keluarga Kekaisaran Jepang, Naruhito tidak lepas dari kritikan publik. Saat Kobe diguncang gempa bumi Hanshin pada 1995, Naruhito diminta tetap berada di Jepang untuk menghormati korban. Namun, dia justru ke Timur Tengah dan mendapat kritikan keras dari masyarakat.
(boy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.5732 seconds (0.1#10.140)