Harapan Ani Jadi Dokter Terhenti saat Sang Ayah Menjadi Dubes Korsel

Minggu, 02 Juni 2019 - 08:56 WIB
Harapan Ani Jadi Dokter Terhenti saat Sang Ayah Menjadi Dubes Korsel
SBY dan Ani Yudhoyono saat masih muda.Foto/Ist
A A A
KRISTIANI Herrawati atau Ani Yudhoyono telah wafat pada Sabtu (1/6/2019) di National University Hospital (NUH), Singapura, karena mengidap kanker darah.

Semasa hidupnya Ani Yudhoyono setia mendampingi suaminya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam tugas saat masih berdinas di militer hingga menjadi presiden dua periode.

Ani juga memiliki semangat yang luar biasa demi orang-orang di sekitarnya. Ani juga dikenal sebagai perempuan yang tangguh dan tegas.

Tetapi siapa sangka istri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini memiliki kisah hidup yang berliku dari anak jenderal hingga menjadi ibu negara.

Ani Yudhoyono pun mengisahkan masa lalunya dalam buku biografinya yang berjudul "Kepak Sayap Putri Prajurit".

Salah satu cerita dalam buku itu dituliskan, jika Ani bercita-cita menjadi dokter. Menjadi dokter merupakan profesi bagi Ani dianggap hebat. Begitu lulus SMA, Ani tidak ragu mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, namun sayang Ani tidak lulus.

Tidak putus asa, Ani mendaftar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI). Namun sayang, memasuki tahun ketiga, Ani terpaksa berhenti kuliah karena sang Ayah, Sarwo Edhie Wibowo ditunjuk menjadi duta besar di Korea Selatan.

"Sebuah keputusan yang berat. Saya harus berhenti kuliah karena waktu itu di Seoul tidak ada satu kampus yang menggelar kuliah dalam bahasa Inggris, semua bahasa Korea. Itu sesuatu yang sulit, karena satu kalimat saja aku gak ngerti" ungkapnya.

Putri ketiga dari tujuh bersaudara pasangan putri Letnan Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo dan Sunarti Sri Hadiyah ini lahir di RS Bethesda Yogyakarta pada 6 Juli 1952, Ani lahir dengan berat badan dua kilogram lebih sedikit saat usia kandungan sang ibu masih tujuh bulan.

Berkat ketelitian, kesabaran orangtuanya, Ani tumbuh menjadi anak yang sehat, kuat dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia terlahir prematur dan lemah.

Saat Ani lahir, sang ayah masih bertugas di Batalyon Kresna Yogyakarya dan mengagumi sosok tokoh pewayangan Kresna yang mempunyai karakter baik.

"Begitu lahir, Papi menyematkan nama Kristiani sebab, nama Kresna identik dengan nama laki-laki, sedangkan Herawati artinya kekuatan yang bisa menyapu bersih rintangan saat terjafi huru hara," jelas Ani dalam buku biografinya itu yang ditulis Alberthiene Endah.

Saat berusia lima tahun, Ani kecil suka sekali memanjat pohon cermai dan mangga yang tumbuh di depan rumahnya. Bahkan, dia termasuk pemanjat ulung.

"Saking gemarnya memanjat, aku bisa berjam-jam duduk di pohon. Biasanya baru turun setelah diteriaki ibu. Cara aku turun sangat lincah, persis Tarzan. Bangga rasanya jadi jagoan kecil pemanjat pohon," cerita Ani.

Tidak hanya memanjat, masa kecil Ani dipenuhi dengan berbagai kenangan permainan alam yang menyenangkan. Dia sering berenang disungai, berlari-larian di sawah serta membuat aneka mobil-mobilan dari buah.

Nah, saat masih duduk usia Sekolah Dasar, Ani pun sempat merasakan pergi ke sekolah menaiki truk. Meski truk beratapkan terpal dengan bangku yang di sisi kanan kiri membuat perjalanan Ani menyenangkan.

Bersama teman-temanya, dia berceloteh dan bernyanyi. Menurutnya, truk tersebut merupakan malaikat sekaligus sesuatu yang dahsyat baginya.

"Biasanya saya hanya bisa melihat Papi dan teman-temannya naik kendaraan besar dan gagah ini. Tetapi saya punya kesempatan merasakan kebanggaan itu, sesuatu yang menyenangkan," ujarnya.

Ani pun pernah merasakan hidup susah di masa kecil. Dengan gaji papasan sebagai komandan saat itu dan anak-anak yang masih kecil, ibu Ani sering mengakali semua agar cukup memenuhi kebutuhan.

"Meski segalanya terasa indah, namun saya tahu kehidupan ekonomi susah. Setidaknya saya tahu, setelah melihat wajah ibu di dapur. Lima anak yang beranjak dewasa dengan lauk pauk yang cepat habis," terang Ani.

Tidak heran jika Ani sering makan nasi dicampur jagung, atau singkong dibuat aneka makanan.

"Saya ingat, saat kecil, ibu selalu membagi sebutir telur rebus menjadi bagian kecil-kecil agar semua kebagian," tuturnya.

Untuk menambah pemasukan, Ibu Ani menjual minyak goreng ecer tanpa sepengetahuan suami.

"Ibu merahasiakan dari Papi. Bagi ibu, tidak perlu ribut-ribut yang penting bisa mendapatkan tambahan pemasukan uang dengan cara halal dan tidak memusingkan Papi," imbuhnya.

Sosok Ani dikenal dengan perempuan tangguh. Sifat Ani tampaknya sudah melekat sejak kecil. Terlahir dari keluarga tentara membuat Ani tumbuh jadi wanita yang tegas.

"Sebutan putri Sarwo Edhie Wibowo bagiku merupakan stimulan tentang pengalaman penuh suka duka mengiringi kehidupan khas tentara. Dari kecil, saya memandang hidup sebagai area yang menantang. Dengan gaya yang khas, mereka mengajari bagaimana mengapresiasi hidup," ujarnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0378 seconds (0.1#10.140)