Sengketa 47.000 Hektare Lahan Negara di Padangsidimpuan, DPR: BPK Harus Turun Tangan

Minggu, 23 Februari 2020 - 21:48 WIB
Sengketa 47.000 Hektare Lahan Negara di Padangsidimpuan, DPR: BPK Harus Turun Tangan
Anggota Komisi III (hukum) DPR Romo H.R Muhammad Syafii. (Foto/SINDOnews/Dok)
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi III (hukum) DPR Romo H.R Muhammad Syafii mendesak Kejaksaan Agung dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) untuk berkoordinasi terkait keberadaan tanah negara seluas kurang lebih 47.000 hektare di register 40 di Desa Parsombaan, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padang Lawas.

Menurutnya, ada kerugian negara mencapai puluhan triliun terkait tanah tersebut, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ri pun harus turun tangan.

Romo menerangkan, tanah 47.000 hektare kebun sawit itu tadinya dikelola oleh PT Torganda dan PT Torus Ganda yang merupakan perusahaan milik almarhum DL Sitorus. Namun pada 12 Februari 2006, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No 2642/K/Pid/2006 berisi kebun seluas 47.000 hektare tersebut dirampas untuk negara, dan DL Sitorus dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dengan densa Rp5 miliar.

Berdasarkan informasi yang didapatnya, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah mengeksekusi putusan tersebut pada 2009, dan menyerahkan 47.000 haktare lahan sawit yang dimaksud ke Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara melalui Kadis JB Siringo-Ringo. Persoalan lain muncul, karena ada pihak yang mengaku-ngaku sebagai pemilik kebun sawit seluas 47.000 hektare itu.

Pihak tersebut lalu menggugat KLHK, Kejaksaan Agung, dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara ke Pengadilan Negeri Padang Sidempuan. Hasilnya, PN Padang Sidempuan mengabulkan gugatan pada tahun 2015, sebagaimana termuat dalam putusan No. 37/Pdt.G/2015/PN.PSP dan putusan No 46/Pdt.G/2015/PN.PSP.

Amar putusan PN Padang Sidempuan menyatakan bahwa putusan pidana MA No. 2642 terkait merampas kebun sawit seluas 47.000 hektare adalah tidak sah dan batal demi hukum.Pertimbangan majelis, karena masyarakat terbukti secara sah sebagai pemilik tanah tersebut yang diduduki secara turun temurun tujuh generasi, dan memiliki 12.000 sertifikat hak milik dari BPN.

"Itu sangat tidak berkeadilan, sebab bertentangan dengan putusan pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sulit untuk memahami bahwa ada putusan perdata di tingkat PN bisa menilai putusan pidana yang telah berlalu dan berkekuatan hukum tetap pada level peradilan yang lebih tinggi yakni MA," tegas Romo dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III di DPR, belum lama ini.

Dia menyayangkankan banyaknya uang negara yang bocor terkait 47.000 haktare kebun sawit yang sejatinya sudah jadi milik negara tersebut. Nilainya pun fantatis dengan estimasi mencapai Rp27 triliun rupiah.

Sehingga Romo mendesak pimpinan Komisi III DPR untuk meminta BPK RI melakukan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap tingkat kepatuhan seluruh institusi yang terlibat dalam pelaksanaan perampasan lahan hutan negara tersebut. Termasuk tentu audit Investigatif jikalau dibutuhkan paska audit PDTT.

"Karena di atas tanah negara tersebut terbukti telah lama dimaanfaatkan secara ekonomi oleh pihak entah itu ahli waris dari terdakwa dalam putusan inkrah tahun 2006. Maka idealnya, harus dipikirkan mengenai kelangsungan usaha yang terlanjur berusaha/beraktifitas di atas tanah negara tersebut, walaupun status tanah itu sekarang adalah milik negara. Bentuk pengelolaan dan atau kerjasama bisnis yang dilakukan nantinya haruslah sesuai dengan hukum yang berlaku, sesuai dengan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial masyarakat setempat sebagai landasan berpikir agar yang menjadi hak negara tidak dirugikan," terangnya.

"Opsi lain dari kami untuk dipertimbangkan apabila realisasi atas keputusan RDP ini berlarut larut dilaksanakan oleh KLHK, adalah negara menuntut pailit seluruh perusahaan dan atau badan hukum yang terlibat. Kami tahu bahwa opsi ini perlu pembahasan lebih lanjut terutama dari sisi aspek hukum yang berlaku," pungkas anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4243 seconds (0.1#10.140)