Virus Corona, Pekerja Seks China di Selandia Baru Banyak yang Menganggur

Sabtu, 22 Februari 2020 - 22:12 WIB
Virus Corona, Pekerja Seks China di Selandia Baru Banyak yang Menganggur
Ilustrasi praktik prostitusi. Foto/SINDOnews
A A A
WELLINGTON - Teror maut virus Corona baru, Covid-19, bukan hanya merenggut nyawa ribuan orang di China dan melumpuhkan ekonomi. Bisnis "pramusyahwat" yang digeluti para perempuan China di Selandia Baru juga ikut terdampak.

Para klien potensial memilih menjauhi para perempuan pekerja seks komersial (PSK) asal negara Tirai Bambu karena ketakutan dengan virus tersebut. Para perempuan PSK itu akhirnya berbohong dengan mengklaim sebagai perempuan Korea, Jepang atau negara Asia lainnya dalam iklan online mereka.

"Saya tidak menyebutkan bahwa saya orang China lagi dan saya menawarkan diskon besar, tetapi klien menghindari kami seolah-olah kami adalah virusnya," kata seorang perempuan China di Selandia Baru kepada New Zealand Herald.

Wanita itu, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan dia telah mengedit status kewarganegaraannya dalam beberapa direktori seks online. Meski sudah memberikan diskon besar, dia mengaku bisnisnya telah turun lebih dari 50 persen dalam dua minggu terakhir.

"Bisnis sedang surut dan tidak pernah seburuk ini sebelumnya," kata pekerja seks tersebut.

Perempuan PSK itu bertatus penduduk atau resident Selandia Baru dan belum kembali ke negara asalnya selama delapan tahun terakhir. Dia mengatakan para klien memandangnya tidak berbeda dengan seseorang yang baru saja tiba dari Wuhan, kota tempat virus mematikan itu berasal.

Catherine Healy, seorang aktivis hak-hak pekerja seks di New Zealand Prostitutes Collective, mengatakan ini adalah masa yang sangat mengkhawatirkan bagi pekerja seks.

"Kami prihatin dengan kemampuan orang menghindari virus ini dan bertahan secara finansial," kata Healy kepada New Zealand Herald.

Lisa Lewis, seorang pekerja seks terkemuka, mengatakan kepada surat kabar itu bahwa dia telah rajin mengambil tindakan pencegahan dan skrining klien.

"Saya memberi tahu klien bahwa mereka tidak dapat melakukan pemesanan jika mereka memiliki batuk, sakit tenggorokan, atau gejala pilek dan flu. Semua klien saya dibuat untuk membersihkan diri setelah berurusan dengan uang," kata Lewis.

"Saya meminta mereka mandi di depan saya di mana saya meletakkan sabun yang telah saya beli untuk memastikan kebersihan tetap terjaga, dan saya tidak mencium klien," ujar Lewis, yang menambahkan bahwa ia merasa kasihan pada pekerja seks China karena banyak dari mereka lahir di Selandia Baru dan bahkan mungkin tidak pernah ke China.

"Saya merasa mungkin mereka didiskriminasi yang tidak baik," katanya. "Saya merasa sangat kasihan pada mereka dengan cara yang tidak bisa diterima tapi mungkin mengapa mereka bersembunyi di bawah payung negara lain."

Di bawah Undang-Undang Reformasi Prostitusi 2003, hanya warga negara dan penduduk Selandia Baru yang diizinkan bekerja di industri seks.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2811 seconds (0.1#10.140)