Istana Niat Lima Laras Cagar Budaya di Batubara yang Kondisinya Sangat Memprihatinkan

Senin, 17 Februari 2020 - 16:50 WIB
Istana Niat Lima Laras Cagar Budaya di Batubara yang Kondisinya Sangat Memprihatinkan
Istana Niat Lima Laras terletak di kawasan pemukiman/perkampungan nelayan yang dibangun berawal dari nazar atau niat seorang Datuk Matyoeda Sri Diraja. Foto/SINDOnews. Fadly Pelka
A A A
BATUBARA - Cagar budaya Istana Niat Lima Laras adalah salah satu Istana Kerajaan Melayu pesisir yang berada di Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.

Istana Niat Lima Laras terletak di kawasan pemukiman/perkampungan nelayan yang dibangun berawal dari nazar atau niat seorang Datuk Matyoeda Sri Diraja (Raja Kerajaan Lima Laras XII) yang dikenal dengan nama Datuk Muhammad Yuda, putera tertua dari seorang Raja yaitu Datuk Haji Djafar gelar Raja Sri Indra (Raja Kerajaan Lima Laras XI).

Informasi umum Status Aktif pada Tahun 1912-1923 Gaya arsitektur Melayu, China, Eropa Kota Jalan Rakyat, Dusun I, Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.

Awal konstruksi tahun 1907 dan selesai tahun 1912 dengan detail teknis ukuran 1.400 meter persegi. Istana Niat Lima Laras memiliki 6 anjungan yang masing-masing menghadap ke arah empat mata angin, memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela.

Lantai bawah dan balai ruangan berornamen China dan terbuat dari beton yang dipergunakan sebagai tempat bermusyawarah. Pada lantai II dan III bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal keluarga kerajaan dan hanya terbuat dari kayu. Terdapat beberapa kamar dengan ukuran 30 meter persegi di lantai II dan III yang dihubungkan oleh tangga yang melingkar di tengah-tengah ruangan istana.

Berawal dari larangan berdagang yang diterapkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda terhadap para raja yang ditentang oleh Datuk Matyoeda. Datuk Matyoeda sendiri adalah Raja Kerajaan Lima Laras XII, yang bertahta pada tahun 1883-1919.

Larangan Berdagang tanpa alasan yang jelas oleh pemerintah Hindia Belanda disinyalir akibat dari imbas monopoli perdagangan hasil bumi. Bila ada yang melanggar kebijakan tersebut maka armada beserta isinya akan ditarik paksa oleh pemerintah Hindia Belanda.

Datuk Matyoeda sering berdagang hasil bumi (Kopra, Damar, dan Rotan) ke Malaka, Malaysia, Singapura, danThailand. Datuk Matyoeda sering berhadapan dengan pemerintah Hindia Belanda akibat dari kebijakan tersebut, sehingga timbul niat/nazar Datuk Matyoeda untuk membangun sebuah istana apabila dapat berhasil dengan selamat.

Dan ternyata Datuk Matyoeda dapat berlabuh di pelabuhan Tanjung Tiram dan juga memiliki untung besar dari berdagang hasil bumi.

Kemudian istana dapat dibangun dengan biaya sebesar 150.000 Gulden, dengan mendatangkan 80 orang tenaga ahli dari negeri China dan Pulau Penang Malaysia, dan sejumlah tukang yang berasal dari sekitar pembangunan istana.

Datuk Matyoeda bersama keluarga beserta unsur pemerintahannya mendiami lokasi istana sejak tahun 1883 (awal perencanaan pembangunan Istana) hingga berdirinya istana pada tahun 1912. Waktu wafatnya Datuk Matyoeda pada 7 Juni 1919, sekaligus penanda berakhirnya kejayaan Kerajaan Lima Laras.

Aktivitas di istana berakhir pada 1923, yaitu akhir dari pemerintahan Datuk Muda Abdul Roni (Raja Kerajaan Lima Laras XIII). Pada 1942 tentara Jepang masuk ke Asahan dan menguasai istana. Pada masa Agresi Militer II, Istana Niat Lima Laras kembali ke Republik Indonesia dan ditempati oleh Angkatan Laut RI di bawah pimpinan Mayor Dahrif Nasution.

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batubara Ilyas Sitorus, atas perintah Bupati Batu Bara sudah beberapa kali melakukan negosiasi kepada ahli waris istana tersebut, agar istana dapat dikelola seutuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Batubara.

Dengan alasan karena istana tersebut adalah salah satu cagar budaya yang memiliki nilai sejarah yang tak ternilai dan banyak digemari oleh masyarakat luas dan sempat menjadi objek wisata, namun hasil dari negosiasi yang dilakukan belum mendapatkan titik terang karena nilai jual yang diminta oleh ahli waris istana terlalu tinggi.

Sehingga tidak dapat dipenuhi oleh pihak Pemkab Batubara. Pemkab melalui Ilyas Sitorus mengaku menyanggupi biaya pembelian istana niat lima laras agar seutuhnya menjadi aset pemerintah dengan nilai Rp500 juta. Namun pihak ahli waris mengajukan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang disanggupi Pemerintah Kabupaten Batubara.

Akhirnya kondisi Istana Niat Lima Laras tampak semakin kumuh akibat tidak mendapat perawatan dari pihak ahli waris.

"Pemerintah Kabupaten Batubara mengaku bersedia mengalokasikan dana untuk pemugaran istana niat lima laras, namun terkendala dengan status kepemilikan istana yang saat ini masih dalam status kepemilikan pribadi ahli waris kerajaan lima laras," tandasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0160 seconds (0.1#10.140)